Kawasan karst mengenal dua sistem jenis ekosistem yang saling mempengaruhi dan saling berintraksi, yaitu ekosistem di atas permukaan tanah yang dinamakan ekosistem eksokarst dan ekosistem di bawah permukaan tanah yang dinamakan ekosistem endokarst. Membahas ekosistem kawasan karst harus berlandaskan identifikasi komponen-komponen mana yang memegang peran penting.
Di dalam suatu ekosistem karst, air merupakan komponen yang paling penting. Penilaian ini berdasarkan kenyataan bahwaa proses karstifikasi hanya dapat ber;angsung jika cukup tersedia air hujan sepanjang tahun.
Flora dan vegetasi karst adalah komponen ekosistem berikutnya yang perlu diperhatikan keberadaannya. Vegetasi sering dari jenis endemis yang tumbuh subur di kawasan tadah hujan kawasan karst yang tidak dapat dipsahkan dari hidrologi karst. Kuantitas dan kualitas sumber-sumber air karst sangat tergantung pada keberadaan dan kesuburan aneka vegetasi di kawasan tadah hujannya.
Fauna atau hewan di kawasan karst adalah komponen ke tiga ekosistem karst yang wajib diidentifikasi. Secara internasional, setiap pembahasan masalah ekosistem karst tidak lepas dari pembahasan kehidupan kelelawar penghuni gua. Khususnya di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara, di samping tergantung pada keberadaan kelelawar penghuni gua, ekosistem karst ditentukan pula oleh burung walet dan burung sriti penghuni gua. Di Venezuela, burung minyak (guacharo, steatornis caripensis, humboldt), penghuni cueva guacharo di Monumen Nasional Alejandro de Humboldt memegang peran penting dalam ekosistem karst di Venezuela.
Aviafauna kawasan karst dianggap sebagai penghubung (link) utama antara ekosistem eksokarst dan ekosistem endokarst. Aviafauna yang mencari pakan di eksokarst, menghidupi biota endokarst. Berfungsi sebagai penyedia enerji untuk endokarst melalui guano dan bangkainya.
Karenanya setiap kegiatan eksploratif di kawasan karst yang memiliki gua-gua yang dihuni aviafauna ini, wajib diteliti apakah akan menimbulkan dampak negatif pada hewan-hewan terbang ini. Setelah didata keberadaan aviafauna ini, jumlahnya dan distribusinya, maka yang dicatat ialah jarak terbangnya. Untuk berbagai kelelawar pemakan serangga, jarak terbangnya bisa sampai 45 km dari mulut gua. Demikian juga jarak terbang kelelawar penyerbuk bunga. Burung walet tercatat memiliki jangkauan terbang hingga 15 km dari habitatnya. Itulah sebabnya setiap kegiatan penambangan yang menghasilkan debu atau kebisingan pada lintasan dan dalam jangkauan terbang aviafauna ini akan berpengaruh negatif pada populasinya. Akibanya ialah terganggunya selurug ekosistem karst tersebut.
Ketiga komponen ekosistem karst ini (air,flora, dan fauna) saling berinteraksi dan tergantung pula keberadaannya pada faktor iklim, iklim setempat dan iklim global. Bahkan sebaliknya, iklim setempat bisa pula dipengaruhi oleh kondisi ekosistem karst. Penggundulan hutan atau vegetasi karst oleh penduduk setempat atau pendatang akan menyebabkan angin bertiup kencang sepanjang tahun, tanpa penghalang alamiah akibatnya permukaan kawasan karst cepat mengering.
Hujan deras akan menerpa lapisan tanah subur, tetapi tipis, di permukaan karst yang tidak terlindungi oleh tanaman penutup. Air hujan tidak sempat terserap ke dalam endokarst, tetapi mengalir seluruhnya di permukaan kawasan karst yang gundul, sebagai air larian (surface run-off). Tanah tidak terikat oleh akar vegetasi karst. Terjadilah erosi secara cepat dan luas. Tanah subur terhanyutkan ke lembah karst. Tanah di lereng bukit karst semakin gersang. Vegetasi semakin sulit tumbuh. Iklim semakin panas. Sumber-sumber air mengering atau berkurang debitnya. Degradasi tanah, flora dan fauna di kawasan karst cepat terjadi, begitu hutan primer atau sekunder di kawasan karst ditebang habis ekologi cepat berubah, ekosistem karst cepat terganggu.
Di dalam interior gua hidup aneka jenis hewan yang menyenangi lingkungan gelap abadi dan lembab. Dikenal dua jenis hewan penghuni gua. Dua jenis troglobit, yaitu hewan yang sebagian besar waktunya berada di luar gua untuk mencari makan, dan memasuki gua untuk istirahat, berlindung dan berkembang biak. Contohnya adalah kelelawar penghuni gua, yang mencari mangsa pada malam hari di luar gua dan masuk ke dalam gua saat subuh. Burung walet dan sriti penghuni gua, mencari makan di luar gua pada siang hari dan memasuki gua pada saat senja. Demikian pula aneka jenis hewan pengerat dan landak, yang sering ditemukan pula di zona senja interior gua. Mereka dinamakan hewan troglofil. Ada pula hewan yang siklus kehidupannya seluruhnya berlangsung di dalam gua. Memangsa dan dimangsa di dalam lingkungan gelap abadi interior gua. Hewan jenis ini sudah berdaptasi penuh dengan lingkungan gelap, lembab dan langka sumber makanan di bawah tanah. Dikenal sebagai hewan troglobion.
Troglofil dan troglobion membentuk jaring-jaring kehidupan yang khas disetiap interior gua. Langkanya makanan disebabkan karena tidak ada sinar matahari sebagai sumber enerji di dalam endokarst. Tidak dijumpai proses fotosintesis di dalam gua. Enerji harus didatangkan dari atas permukaan tanah, dimasukkan ke dalam endokarst melalui hewan terbang yang mencari pakan di luar gua. Sumber enerjinya terdiri dari guano atau kotoran dan bangkai hewan terbang dan hewan lainnya yang keluar masuk gua.
Ekosistem endokarst juga dikenal sebagai mikro-ekosistem gua karena berlangsung dalam interior gua yang luas terbatas. Karenanya ekosistem khas gua terutama terdapat di dalam tumpukan guano, maka jaring-jaring kehidupan di dalam guano juga dikenal sebagai mikro-ekosistem guano.
Penelitian dalam bidang mikrobiologi menemukan fakta bawa ada pula binatang-binatang dalam gua yang hidup dari bahan-bahan kimia tertentu, tidak dari guano. Dinamakan hewan kemo-ototrop. Bahan makanannya diduga asam amino tertentu yang merembas ke dalam interior gua, hasil dari metabolisme bahan organik di luar gua. Ada pula bakteri yang hidup dari mineral sulfur (tiobaksilus-tiooksidans) dan mineral besi (ferobaksilus-ferooksidans). Aneka bakteri dan kapang (molds) yang ditemukan dalam sedimen gua terbukti ada yang memiliki daya antibiotik, seperti Kapang golongan actinomycetes. Diduga masih banyak bakteri dan Kapang dengan aneka manfaat bagi manusia, dan kehidupan dalam gua. Misalnya bakteri pengurai limbah minyak di permukaan laut.
Ekosistem endokarst ini rentan sekali dan mudah terusik oleh kegiatan manusi di atas permukaan tanah, seperti penggunaan pestisida secara berlebihan, pupuk buatan, limbah penuh polutan, yang merembes ke dalam endokarst.
Yang paling peka terhadap polusi di atas permukaan tanah ialah akuafauna karst (hewan yang hidup dalam air karst). Dapat dilihat adanya cacat tubuh dan kelainan pertumbuhan berudu (tadploes, cebong) akibat kontaminasi air karst oleh aneka bahan kimia maupun limbah industri.
Hujan asam yang jatuh di kawasan karst yang timbul akibat asap yang dihasilkan industri di sekitar atau di dalam kawasan karst, juga memberi dampak nyata pada ekso dan endokarst. Pada eksokarst terjadi percepatan denudasi, meningkatnya laju peralutan batuan. Sedangkan pada endokarst peningkatan derajat keasaman (pH) air karst akan berpengaruh pada biota akuafauna.
Itu sebabnya setiap usaha eksploitasi di kawasan karst, baik berupa pertambangan, atau pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun pariwisata MUTLAK harus memperhatikan dampak negatif terhadap ekosistem ekso dan endokarst. Ada banyak usaha, termasuk pertambangan di kawasan karst yang tidak memiliki izin resmi dari pemerintah daerah setempat. Sementara yang memiliki izin resmi banyak yang tidak dilandasai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Contoh, ialah objek-objek wisata gua yang sudah dibuka untuk umum padahal belum pernah dilakukan AMDAL yang dipersyaratkan.
AMDAL kawasan karst wajib ditolak bila tidak dilengkapi identifikasi keanekaragaman hayatai, ekosistem yang ada, keseimbangan ekologi kawasan karst tersebut, dan potensi dampak negatif eksploitasi kawasan karst terhadap ekosistem dan keseimbangan ekologi tersebut.
Ekosistem kawasan karst senantiasa berada dalam keseimbangan optimal, bila kawasan karst itu tidak dijamah manusia. Ekosistem kawasan karst terkenal fragil, mudah terusik oleh gangguan eksternal. Setiap gangguan akan menyebabkan ekosistem beradaptasi pada gangguan tersebut, dan berusaha mencari keseimbangan ekologi yang baru dan menyesuaikan diri pada tingkat keseimbangan ekologi tersebut. Perubahan pada keseimbangan ekologi karst yang drastis dan terus menerus, seperti pada kegiatan penambangan akan menyebabkan ekosistem karst rusak permanen, karena itu tidak ada kesempatan ekosistem untuk pulih atau mencaapai tingkat keseimbangan baru.
Manusia sebagai komponen ekosistem eksokarst sering merupakan penyebab paling dominan dari terjadinya gangguan ekosistem ekso maupun endokarst, antara lain oleh kegiatan penebangan, pembakaran hutan, pertanian, peternakan, perikanan, pertambangan, dan pariwisata. Dalam azas pengelolaan kawasan karst, peran penduduk setempat kawasan karst dan pendatang perlu disorot secara cermat.
*) Bahan acuan :
R.K.T. Ko, et all, 2003. Strategi Pengelolaan Kawasan Karst. Rangkuman Materi Kuliah dan Hasil Diskusi pada Kursus Introduksi Pengelolaan Kawasan Karst oleh Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia, Cisarua.
Sabtu, 20 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar