Membahas vandalisme gua ternyata tidak semudah yang dipikirkan, karena selain harus dipahami dulu apa yang dimaksud dengan istilah “vandalisme”, juga harus diusahakan memberi batasan-batasan siapa yang tergolong vandalis dan apa yang rusak. Vandalisme harus secara tegas dipisahkan dari pengertian “perisakan gua” yang lebih luas artinya.
Vandalisme gua adalah perusakan gua yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan manusia secara sengaja. Apakah kesengajaan ini berlandaskan tahu tidaknya para pelaku, perihal estetika, ekologi, biologi, geohindrologi, arkeologi, paleontologi, konservasi, bukan menjadi konsiderans dalam pembahasan ini. Kalau hal itu ikut dipertimbangkan, maka pembahasan menjadi rumit, karena nanti akan ada kategori “vandalisme sejati/mutlak”, “vandalisme relatif”, “vandalisme resmi”, “vandalisme terselubung”, dsbnya. Yang dibahas adalah setiap tindakan serta akibatnya dari usaha perusakan gua dan lingkungannya secara sengaja itu, disadari atau tidak efek negatifnya terhadap estetika, ekosistem, fisik dan biota gua, hal mana menyebabkan kemunduran secara makro dan mikro dari nilai gua sebagai sumber daya alam yang langka.
Pelaku vandalisme gua dengan demikian tidak terbatas pada penulusur gua musiman (penggiat alam bebas), tetapi termasuk pula penggali fosfat, pengunduh sarang burung walet, pemburu kelelawar, kontraktor pembangunan fisik, dan pengelola gua, bahkan juga ilmuwan yang kurang berhati-hati dalam usaha sampling dan kegiatan lain di dalam gua.
Di luar negeri secara tajam telah disorot bobot/derajat perusakan gua oleh para penelusur gua musiman dan para kontraktor obyek wisata gua dan pengelolanya. Dengan kesimpulan bahwa secara kualitatif kategori kedua ini menyebabkan kehancuran gua secara menyolok. Namun secara kuantitatif golongan pertama yang potensial bisa menimbulkan kerusakan gua secara merata. Apabila kontraktor dan pengelola gua sering mengakibatkan kerusakan intensif pada suatu atau beberapa gua yang secara salah ditangani oleh mereka, maka penelusur gua kategori “penggiat alam bebas” dapat menimbulkan perusakan pada banyak gua sekaligus.
Para kontraktor juga tidak memahami dan tidak qualified untuk mengerjakan analisis dampak lingkungan, kaidah estetika dan civil engineering di bawah tanah, sementara pengelola tidak memahami apa yang dinamakan daya dukung gua, pencapaian, pemintakan, nilai ilmiah dan estetika gua.
Bila kita hendak membicarakan cara-cara penanggulangannya, harus kita sadari bahwa setiap tindakan pencegahan maupun korektif harus berdasarkan undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah. Kiranya yang paling tepat adalah menerapkan undang-undang lingkungan hidup dan petunjuk pelaksanaannya dengan mengakui gua beserta seluruh isinya (mineral, biota, air) sebagai sumber daya alam langka yang seluruhnya perlu dilindungi.
Perusakan atau efek negatif yang disebabkan oleh ulah manusia, seyogyanya dikenakan hukuman atau denda. Di Amerika Serikat setiap usaha merusak formasi gua atau mengusik biota gua, diancam denda sampai US $ 500 perorang, menurut undang-undang beberapa negara bagian yang memiliki gua-gua sebagai sumber daya alam.
Menangani gua untuk dijadikan objek wisata alam sudah diakui sebagai pekerjaan yangrumit sekali dan perlu penanganan secara terpadu, multidipliner dan hati-hati. Untuk memeriksa apakah setiap tindakan itu tepat diadakan National Cave Management Symposium secara teratur setahun sekali di Amerika Serikat yang dihadiri oleh ahli-ahli speleologi, geologi, hidrologi, karstologi, arkeologi, paleontologi, turisme, kehutanan, pengelola gua, pengelola taman nasional, pendidikan pemandu wisata, ekonomi, hukum dan para pemilik (swasta) gua-gua komersil.
Setiap rencana melakukan intervensi fisik interior maupun eksterior gua akan didahului konsultasi luas secara horisontal maupun vertikal (bottom-up) oleh dan antara para pengelola dengan para ilmuwan agar jangan sampai tindakan yang diambil justru akan merusak gua. Setelitinya tindakan yang dilakukan pihak pengelola, masih saja bisa timbul efek-efek negatif yang tidak diperkirakan sebelumnya, seperti kasus pengeringan Gua Waitomo di Selandia Baru dan Gua Carlsbad. Yang pertama karena dibuatkan jendela karst untuk memperbaiki sirkulasi udara, yang kedua oleh pemasangan lift ke interior gua dan pengaspalan tempat parkir tepat di atas gua.
Di Indonesia nyata-nyata para kontraktor dan pengelola tidak memahami seluk belum lingkungan bawah tanah. Namun berani sekali megutak-atik fisik gua, hanya berlandaskan motivasi keuntungan ekonomis jangka pendek semata-mata. Mereka tidak pernah berkonsultasi denga para ahli speleplogi, ekologi, biologi, arkeologi maupun ahli lainnya. Hanya sesekaili berkonsultasi dengan geologiwan yang kurang memahami speleologi. Apalagi ekosistem mikro gua dan nilai sedimentologinya. Pemikiran, apalagi tidak kurang rasional yang berakibat rusaknya gua ini bagaimanapun juga harus dikategorikan sebagai vandalisme gua.
Kiranya yang paling tepat adalah kesadaran bahwa setiap tindakan apapun jenisnya terhadap gua dan lingkungannya merupakan tindakan yang tidak atau sulit diperbaiki efeknya. Hal ini terutama berlaku bagi gua-gua karstik. Untuk itulah sebelum melakukan suatu tindakan fisik, wajiblah didahului konsultasi intensif dan analisis dampak lingkungan secara terpadu dan multidisipliner.
Sumber : R.K.T. Ko (Speleologiwan Indonesia)
Kamis, 25 Maret 2010
Sabtu, 20 Maret 2010
"PEMANFAATAN KAWASAN KARST"
Secara ringkas pemanfaatan kawasan karst dapat dibagi dalam strategi pemanfaatan jangka pendek, tidak berkelanjutan, dan pemanfaatan jangka panjang yang sifatnya berkelanjutan, yaitu :
1. Hidrologi.
Karst sangat berperan dalam pengaturan tata air. Struktur bebatuan karst yang sarang (porous) dan lulus (permeable) memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air yang sangat besar. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan sumber daya air karst ini, yaitu faktor kualitas dan kuantitas airnya. Kebanyakan air di kawasan karst tercemar tinja dan memerlukan teknologi tepat guna untuk membersihkan agar dapat dimanfaatkan sebagai air minum.
2. Biodiversity.
Kawasan karst memiliki keanekaragaman hayati yang sangat spesifik dan terbatas jumlahnya. Beberapa spesies flora dan fauna kawasan karst trgolong endemik dan bernilai ekonomi tinggi, serta memegang peran penting untuk menjaga keseimbangan ekologi. Bila terjadi gangguan terhadap habitatnya, akan berdampak negatif terhadap eksistensinya. Flora dan fauna endemis tersebut juga memiliki nilai ilmiah sebagai plasma nutfah dan nilai ekonomi. Beberapa tanaman yang tumbuh di kawasan karst potensial ada yang memiliki khasiat obat. Contoh : kawasan karst Gunung Batu di Kabupaten Balangan (KalSel) yang banyak terdapat tumbuhan Tabat Barito dan berbagai spesies anggrek.
Keanekaragaman hayati kawasan karst perlu diidentifikasi, diinventarisasi dan ditentukan prioritas pemanfaatannya dari segi ekonomi, yaitu sebagai komoditi dagang, atau sebagai objek penelitian dan pelestarian.
3. Arkeologi dan Paleontologi.
Pada beberapa kawasan karst ditemukan peninggalan-peninggalan dari masa prasejarah, terutama di dalam gua-guanya berupa fosil-fosil atau gambar-gambar simbolik pada dinding gua dan alat-alat buatan manusia purba. Temuan-temuan ini dapat dijadikan sarana pendidikan arkeologi dan paleontologi untuk mempelajari kehidupan binatang dan kebudayaan manusia purba pada jaman prasejarah. Contoh : Kawasan karst Sangkulirang (KalTim), Kawasan Karst Maros, kawasan karst Batu Buli Kab. Tabalong (KalSel). Nilai kawasan karst di bidang arkeologi dan paleontologi wajib didata. Pemanfaatannya adalah di bidang ilmiah, pariwisata, dan pendidikan.
4. Budaya.
Beberapa kawasan karst, terutama sumber-sumber air dan gua-guanya memiliki nilai budaya, karena memiliki legenda turun-temurun dan upacara tradisonal. Ada pula yang memiliki nilai sejarah. Beberapa gua juga dijadikan objek ziarah, dan bertapa. Nilai budaya kawasan karst dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata ziarah atau wisata budaya.
5. Pariwisata.
Beberapa kawasan karst memiliki potensi sebagai objek wisata alam, yang juga memiliki nilai edukatif. Yang paling sering dikembangkan sebagai objek wisata, adalah gua-gua yang indah bernilai estetika tinggi. Bila masih utuh keanekaragaman hayatinya, dapat dikembangkan sebagai objek ekoturisme. Lingkungan alam asli dibiarkan utuh tanpa mengembangkan sarana fisik secara berlebihan. Dalam pengembangan ekoturisme ini, masyarakat setempat sebagai komponen ekosistem karst wajib diberi pengertian, dididik dan dilibatkan dalam aneka kegiatan berkelanjutan sebagai penunjang kegiatan ekoturisme.
6. Pertambangan.
Masyarakat Indonesia pada umumnya hanya mengenal nilai ekonomi karst sebagai bahan tambang berupa kalsium karbonat, magnesium karbonat, kalsium magnesium karbonat, marmer, guano, dan fosfat dalam gua. Karena kawasan karst merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaiki dan tidak dapat diperbaharui, maka pemanfaatan kawasan karst untuk pertambangan harus berdasarkan AMDAL yang dibuat oleh para pakar secara holistik terpadu dan lintas sektoral.
*) Bahan acuan :
R.K.T. Ko, et all, 2003. Strategi Pengelolaan Kawasan Karst. Rangkuman Materi Kuliah dan Hasil Diskusi pada Kursus Introduksi Pengelolaan Kawasan Karst oleh Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia, Cisarua.
1. Hidrologi.
Karst sangat berperan dalam pengaturan tata air. Struktur bebatuan karst yang sarang (porous) dan lulus (permeable) memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air yang sangat besar. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan sumber daya air karst ini, yaitu faktor kualitas dan kuantitas airnya. Kebanyakan air di kawasan karst tercemar tinja dan memerlukan teknologi tepat guna untuk membersihkan agar dapat dimanfaatkan sebagai air minum.
2. Biodiversity.
Kawasan karst memiliki keanekaragaman hayati yang sangat spesifik dan terbatas jumlahnya. Beberapa spesies flora dan fauna kawasan karst trgolong endemik dan bernilai ekonomi tinggi, serta memegang peran penting untuk menjaga keseimbangan ekologi. Bila terjadi gangguan terhadap habitatnya, akan berdampak negatif terhadap eksistensinya. Flora dan fauna endemis tersebut juga memiliki nilai ilmiah sebagai plasma nutfah dan nilai ekonomi. Beberapa tanaman yang tumbuh di kawasan karst potensial ada yang memiliki khasiat obat. Contoh : kawasan karst Gunung Batu di Kabupaten Balangan (KalSel) yang banyak terdapat tumbuhan Tabat Barito dan berbagai spesies anggrek.
Keanekaragaman hayati kawasan karst perlu diidentifikasi, diinventarisasi dan ditentukan prioritas pemanfaatannya dari segi ekonomi, yaitu sebagai komoditi dagang, atau sebagai objek penelitian dan pelestarian.
3. Arkeologi dan Paleontologi.
Pada beberapa kawasan karst ditemukan peninggalan-peninggalan dari masa prasejarah, terutama di dalam gua-guanya berupa fosil-fosil atau gambar-gambar simbolik pada dinding gua dan alat-alat buatan manusia purba. Temuan-temuan ini dapat dijadikan sarana pendidikan arkeologi dan paleontologi untuk mempelajari kehidupan binatang dan kebudayaan manusia purba pada jaman prasejarah. Contoh : Kawasan karst Sangkulirang (KalTim), Kawasan Karst Maros, kawasan karst Batu Buli Kab. Tabalong (KalSel). Nilai kawasan karst di bidang arkeologi dan paleontologi wajib didata. Pemanfaatannya adalah di bidang ilmiah, pariwisata, dan pendidikan.
4. Budaya.
Beberapa kawasan karst, terutama sumber-sumber air dan gua-guanya memiliki nilai budaya, karena memiliki legenda turun-temurun dan upacara tradisonal. Ada pula yang memiliki nilai sejarah. Beberapa gua juga dijadikan objek ziarah, dan bertapa. Nilai budaya kawasan karst dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata ziarah atau wisata budaya.
5. Pariwisata.
Beberapa kawasan karst memiliki potensi sebagai objek wisata alam, yang juga memiliki nilai edukatif. Yang paling sering dikembangkan sebagai objek wisata, adalah gua-gua yang indah bernilai estetika tinggi. Bila masih utuh keanekaragaman hayatinya, dapat dikembangkan sebagai objek ekoturisme. Lingkungan alam asli dibiarkan utuh tanpa mengembangkan sarana fisik secara berlebihan. Dalam pengembangan ekoturisme ini, masyarakat setempat sebagai komponen ekosistem karst wajib diberi pengertian, dididik dan dilibatkan dalam aneka kegiatan berkelanjutan sebagai penunjang kegiatan ekoturisme.
6. Pertambangan.
Masyarakat Indonesia pada umumnya hanya mengenal nilai ekonomi karst sebagai bahan tambang berupa kalsium karbonat, magnesium karbonat, kalsium magnesium karbonat, marmer, guano, dan fosfat dalam gua. Karena kawasan karst merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaiki dan tidak dapat diperbaharui, maka pemanfaatan kawasan karst untuk pertambangan harus berdasarkan AMDAL yang dibuat oleh para pakar secara holistik terpadu dan lintas sektoral.
*) Bahan acuan :
R.K.T. Ko, et all, 2003. Strategi Pengelolaan Kawasan Karst. Rangkuman Materi Kuliah dan Hasil Diskusi pada Kursus Introduksi Pengelolaan Kawasan Karst oleh Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia, Cisarua.
"VEGETASI KAWASAN KARST"
Kawasan karst peka terhadap erosi, terutama apabila derajat kemiringan tebing-tebingnya besar, seperti pada conical atau towerkarst. Erosi tidak selalu berupa erosi permukaan, dimana tanah terhanyut oleh sungai-sungai permukaan di musim hujan ke daerah-daerah yang letaknya lebih rendah atau cekungan-cekungan, tetapi di kawasan karst, yangpenting ialah erosi melalui rekahan-rekahan yang dijumpai pada hampir seluruh lapisan batu gamping. Melalui rekahan-rekahan atau celah-celah ini, tanah akan dihanyutkan oleh air hujan dan sungai permukaan yang biasanya hanya mengalir sewaktu hujan, ke dalam rongga-rongga di bawah tanah. Jumlah rekahan, arahan dan luasnya tergantung pada berbagai faktor, seperti litologi, gerakan tektonis, porositas intragranuler batu gamping dan tebalnya humus yang menutupi tanah kawasan karst.
Jenis tanaman karst di daerah-daerah yang belum dijamah manusia memang ada yang endemis, dan hanya tumbuh pada kawasan karst tersebut karena mempunyai afinitas terhadap susunan batu gamping di tempat itu. Erat hubungannya dengan endemisme vegetasi tersebut, kiranya dapat dihubungkan adanya beberapa jenis fauna yang endemis untuk suatu daerah karst. Misalanya, keong-keong tertentu bahkan ada satu jenis keong yang hanya didapati di satu bukit batu gamping tertentu di Malaysia.
Penyebaran jenis tanaman di suatu kawasan karst dapat terjadi melalui burung (aviafauna : biji-bijian, spora) atau melalui hembusan angin (spora) dan arus air permukaan (biji-bijian, spora, kecambah, anakan,dsbnya). Kegiatan manusia mulai dari penggundulan hutan atau agrikultur juga akan merubah tata tanaman di suatu lingkungan karst. Penanaman kembali beberapa jenis flora juga akan merubah pola tumbuh-tumbuhan di kawasan karst, sehingga silvikultur akan berubah sebagian atau total. Hidrologi yang khas untuk setiap kawasan karst yang dapat berbeda dari suatu kawasan karst dengan yang lain, ketinggian di atas permukaan laut yang berbeda pula, iklim (curah hujan) yang berlainan, susunan tanah yang bervariasi (derajat keasaman, kandungan mineral, kimiawi tanah, mikrofauna tanah) juga akan mempengaruhi sukses tidaknya, lama atau sebentarnya beberapa jenis tumbuhan dapat berkembang.
Apabila kondisi menguntungkan, maka jenis-jenis tanaman tertentu akan tumbuh dengan baik sejak semula. Tetapi bila kondisi kurang menguntungkan, maka mula-mula akan terlihat betapa sulitnya sejenis tumbuhan yang diintroduksi itu hidup, bahkan mungkin akan mati semuanya.
Ada beberapa semak yang sangat karakteristik untuk batu gamping, karena mempunyai afinitas terhadap bahan tersebut. Disebut dengan istilah tanaman calcicolous. Misalnya boea, chirita, monophyllaea, paraboea (gesneriaceae). Puncak perbukitan batu gamping hutan basah tropika di Sarawak dengan jenis tanah yang kurang sekali kesuburannya, bersifat asam (pH=4,5) menumbuhkan tanaman sistem karangas, seperti nephentes, vaccinium, rhododendron. Pada pinnacle karst di Papua New Guinea tumbh jenis pohon casuarina papuana, agathis labillardieri, hal mana juga ditemukan pada perbukitan waigeo di Irian Jaya, pada tanah gambut masam. Di Tanam Nasional Gunung Mulu di Sarawak, terlihat tumbuh di kawasan batu gamping, conifer dacrydium becorii, phyllocladus hypophyllus dan myrica esculenta.
Di samping itu juga tumbuh beberapa jenis tanaman yang menyukai lokasi terjal atau tergantung (overhang) seperti pada bukit-bukit dan lereng-lereng terjal batu gamping. Jenis tanaman ini digolongkan dalam kelompok cremnophytes, antara lain termasuk alam golongan ini adalah pohon beringin dan berbagai jenis paku-pakuan.
Sebelum melakukan penghijauan suatu kawasan karst, hendaknya dibahas dulu secara seksama secara multidisipliner, lintas sektoral, apa tujuan dari penghijauan itu. Apakah untuk memperbaiki oro-hidrologi, memperbaiki keadaan sosioekonomi rakyat setempat, untuk hutan produktif, untuk tujuan wisata alam, untuk konservasi tanah (mencegah erosi), untuk penunjang bagi usaha peternakan, pembakaran batu gamping menjadi kapur, ataukah untuk tujuan ilmiah (silvikultur, plasma nutfah, flora-fauna karst, dll). Erat dengan tujuan itu setiap tindakan hendaknya dilaksanakan secara konsekuen dan terintegrasi secara konsisten.
Mula-mula harus ditentukan jenis tanaman mana yang potensial untuk digunakan (sesuai dengan ketinggian lokasi di atas permukaan laut, jenis dan luas tanah tersedia, sudut kemiringan, iklim, curah hujan, dana yang tersedia, sarana dan prasarana, waktu tanam, segi ekonomis, jangka waktu yang disediakan untuk penghijauan kembali).
Misalnya untuk memperbaiki hidrologi suatu kawasan karst yang sudah gundul, cukup dilakukan penghijauan dengan menanam aneka semak belukar maupun tanaman penutup tanah (ground cover vegetation) yang cepat tumbuh dan tahan kekeringan. Menanami kawasan karst dengan jenis-jenis pohon dengan laju penguap-peluhan tinggi, seperti pinus mercusii dan aneka jenis eucalypti yang tahan kekeringan seperti eucalyptus urophylla dan E.alba akan berdampak lebih mengeringkan tanah. Hal ini dikarenakan sistem perakarannya yang menginvasi percelahan-rekahan batu gamping yang terkarstifikasi, juga akan melebarkan celah-rekah itu melalui proses pelarutan kimia. Celah-rekah yang melebar itu kemudian memudahkan terjadinya erosi tanah ke dalam interior karst, hal mana bermanifestasi sebagai lapisan lumpur tebal pada dasar sungai-sungai bawah tanah (erosion en fissure).
Untuk meneliti silvikultur secara ilmiah di kawasan karst dan memonitori ekologi lingkungan harus diadakan pencatatan secara cermat dan teratur dari curah hujan, debit dan fluktuasi debit sungai di dalam gua, taksonomi, daerah penyebaran, frekuensi dan diversifikasi berbagai fauna dengan stres pada aviafauna dan serangga (siang dan malam), sebagai agens penyebar serbuk bunga, spora dan biji-bijian. Kelelawar, burung seriti dan walet penghuni gua juga perlu dimonitor karena erat kaitannya dengan kondisi vegetasi di luar gua dan jumlah serangga yang dimangsa oleh hewan itu.
Usaha memonitor kualitas tanah (fisik, kimiawi) perlu dikerjakan karena keadaannya tidak mungkin statis, dan akan mengalami perubahan kualitas dengan semakin banyaknya tanaman tumbuh. Penyelidikan sedimen di atas kawasan karst ini seyogyanya dilaksankan sambil menyelidiki kualitas dan kuantitas sedimen gua, untuk dapat memonitor perubahan vegetasi tingkat kesuburan di atas tanah.
Denudasi karst dan kecepatannya harus diukur. Makin banyak vegetasi dan sisa-sisa organik yang tertumpuk di sautu kawasan karst, makin cepat timbul denudasi oleh daya korosif air hujan yang tercemar dengan humus akibat kandungan CO2 galak di dalamnya. Untuk itu perlu diletakkan satu bongkahan batu gamping dengan ukuran tertentu, diletakkan di suatu tempat terbuka, dan diukur secara berkala (dua kali setahun) untuk diukur kembali dengan cermat (pakai mikrometer) berapa persen yang terlarut dalam setahun, dilengkapi data curah hujan pada periode tersebut. Data yang diperoleh ini penting untuk dibandingkan dengan data jumlah batu gamping yang larut dalam satuan waktu yang sama, curah hujan yang sama, yang didapatkan dengan mengukur kesadahan (kandungan Ca(HCO3)2) dari sungai di dalam gua pada periode itu. Semakin berhasil penghijauan, semakin besar denudasi karst yang akan terjadi.
Kesuburan tanah juga seyogyanya dimonitor dengan bantuan mikrofauna tanah seperti Collembola. Collembola secara internasional telah dipakai sebagai parameter kesuburan tanah. Jenis (spesies) sangat banyak. Spesifik sekali untuk satu lokasi. Untuk dokumentasi telah disusun Internasional Register of Collembola di luar negeri, antara lain dapat dilihat di laboratorium di bawah tanah MOULIS dari CNRS (Lembaga Ilmu Pengetahuan Perancis). Dari Indonesia baru dikenal sekitar 18 spesies Collembola bawah tanah (subsoil) dan belum satupun Collembola gua yang dikenal. Memonitor dinamika pembentukan tanah dan tingkat kesuburan di daerah karst hendaknya dilaksanakan secara simultan dengan menyelidiki spesies dan kuantitas (kepadatan per M2) Collembola di atas dan di dalam gua. Makin berhasil usaha penghijauan suatu kawasan karst, makin banyak jenis dan kepadatan populasi Collembola perunit luas.
Dari uraian di atas kiranya jelas, bahwa menentukan vegetasi mana yang cocok untuk suatu kawasan karst tertentu tidaklah mudah. Tergantung kepada tujuan penghijauannya. Sifat fisik an kimiawi tanah, iklim, curah hujan, ketinggian di atas permukaan laut, bahkan juga tergantung pada vulkanisme di kawasan tersebut. Juga tergantung ada tidaknya agens-agens penyebarnya. Atau fauna tanah yang membantu menyuburkan tanah di tempat itu. Karena itulah setiap usaha penghijauan suatu kawasan karst harus didahului oleh suatu studi menyeluruh secara multidisipliner, lintas sektoral, dimana sifat fisik karst itu sendiri dan pedologinya mendapatkan prioritas tertinggi di samping sifat hidrologinya yang dapat berbeda dari satu bagian kawasan karst ke bagian lain dari kawasan yang sama.
Sukses tidaknya tergantung pada pilihan tepat dari pada jenis-jenis tanamannya yang disesuaikan dengan tujuan penghijauan itu, perawatannya secara kontinyu dan ketekunan dari pihak pengelola yangtidakmengenal lelah. Bonus daripada berhasilnya penghijauan tersebut adalah pemandangan elok, menghijau yang mempunyai nilai kepariwisataan yang tinggi, di samping tentunya orohidrologi yang mantap. Tidak mengenal adanya banjir (terutama di dalam gua) sewaktu musim hujan dan sewaktu musim kemarau tetap tersedia air bersih yang dapat dimanfaatkan rakyat di kawasan karst itu.
* KEPUSTAKAAN *
Darmokusumo, D, 1985. Pengembangan Daerah Karst di Kawasan Berbatu Kapur Kabupaten Gunung Kidul Dengan Segala Pemasalahannya. Simposium Nasional Lingkungan Karst, Jakarta.
Hani’in, O, et all, 1985. Pembangunan Hutan di Daerah Batu Gamping Wanagama I. Makalah Pada Sarasehan Lingkungan Karst, Jakarta.
Manan, S, 1985. Fungsi Hutan di Daerah Batu Gamping. Makalah Pada Simposium Nasional Lingkungan Karst, Jakarta.
R.K.T. Ko, 1985. Penelitian Sedimen Gua Karstik Sebagai Salah Satu Upaya Memonitori Pedogenesis dan Kualitas Tanah di Kawasan Karst. Ceramah Ilmiah Pada Jurusan Tanah IPB.
Jenis tanaman karst di daerah-daerah yang belum dijamah manusia memang ada yang endemis, dan hanya tumbuh pada kawasan karst tersebut karena mempunyai afinitas terhadap susunan batu gamping di tempat itu. Erat hubungannya dengan endemisme vegetasi tersebut, kiranya dapat dihubungkan adanya beberapa jenis fauna yang endemis untuk suatu daerah karst. Misalanya, keong-keong tertentu bahkan ada satu jenis keong yang hanya didapati di satu bukit batu gamping tertentu di Malaysia.
Penyebaran jenis tanaman di suatu kawasan karst dapat terjadi melalui burung (aviafauna : biji-bijian, spora) atau melalui hembusan angin (spora) dan arus air permukaan (biji-bijian, spora, kecambah, anakan,dsbnya). Kegiatan manusia mulai dari penggundulan hutan atau agrikultur juga akan merubah tata tanaman di suatu lingkungan karst. Penanaman kembali beberapa jenis flora juga akan merubah pola tumbuh-tumbuhan di kawasan karst, sehingga silvikultur akan berubah sebagian atau total. Hidrologi yang khas untuk setiap kawasan karst yang dapat berbeda dari suatu kawasan karst dengan yang lain, ketinggian di atas permukaan laut yang berbeda pula, iklim (curah hujan) yang berlainan, susunan tanah yang bervariasi (derajat keasaman, kandungan mineral, kimiawi tanah, mikrofauna tanah) juga akan mempengaruhi sukses tidaknya, lama atau sebentarnya beberapa jenis tumbuhan dapat berkembang.
Apabila kondisi menguntungkan, maka jenis-jenis tanaman tertentu akan tumbuh dengan baik sejak semula. Tetapi bila kondisi kurang menguntungkan, maka mula-mula akan terlihat betapa sulitnya sejenis tumbuhan yang diintroduksi itu hidup, bahkan mungkin akan mati semuanya.
Ada beberapa semak yang sangat karakteristik untuk batu gamping, karena mempunyai afinitas terhadap bahan tersebut. Disebut dengan istilah tanaman calcicolous. Misalnya boea, chirita, monophyllaea, paraboea (gesneriaceae). Puncak perbukitan batu gamping hutan basah tropika di Sarawak dengan jenis tanah yang kurang sekali kesuburannya, bersifat asam (pH=4,5) menumbuhkan tanaman sistem karangas, seperti nephentes, vaccinium, rhododendron. Pada pinnacle karst di Papua New Guinea tumbh jenis pohon casuarina papuana, agathis labillardieri, hal mana juga ditemukan pada perbukitan waigeo di Irian Jaya, pada tanah gambut masam. Di Tanam Nasional Gunung Mulu di Sarawak, terlihat tumbuh di kawasan batu gamping, conifer dacrydium becorii, phyllocladus hypophyllus dan myrica esculenta.
Di samping itu juga tumbuh beberapa jenis tanaman yang menyukai lokasi terjal atau tergantung (overhang) seperti pada bukit-bukit dan lereng-lereng terjal batu gamping. Jenis tanaman ini digolongkan dalam kelompok cremnophytes, antara lain termasuk alam golongan ini adalah pohon beringin dan berbagai jenis paku-pakuan.
Sebelum melakukan penghijauan suatu kawasan karst, hendaknya dibahas dulu secara seksama secara multidisipliner, lintas sektoral, apa tujuan dari penghijauan itu. Apakah untuk memperbaiki oro-hidrologi, memperbaiki keadaan sosioekonomi rakyat setempat, untuk hutan produktif, untuk tujuan wisata alam, untuk konservasi tanah (mencegah erosi), untuk penunjang bagi usaha peternakan, pembakaran batu gamping menjadi kapur, ataukah untuk tujuan ilmiah (silvikultur, plasma nutfah, flora-fauna karst, dll). Erat dengan tujuan itu setiap tindakan hendaknya dilaksanakan secara konsekuen dan terintegrasi secara konsisten.
Mula-mula harus ditentukan jenis tanaman mana yang potensial untuk digunakan (sesuai dengan ketinggian lokasi di atas permukaan laut, jenis dan luas tanah tersedia, sudut kemiringan, iklim, curah hujan, dana yang tersedia, sarana dan prasarana, waktu tanam, segi ekonomis, jangka waktu yang disediakan untuk penghijauan kembali).
Misalnya untuk memperbaiki hidrologi suatu kawasan karst yang sudah gundul, cukup dilakukan penghijauan dengan menanam aneka semak belukar maupun tanaman penutup tanah (ground cover vegetation) yang cepat tumbuh dan tahan kekeringan. Menanami kawasan karst dengan jenis-jenis pohon dengan laju penguap-peluhan tinggi, seperti pinus mercusii dan aneka jenis eucalypti yang tahan kekeringan seperti eucalyptus urophylla dan E.alba akan berdampak lebih mengeringkan tanah. Hal ini dikarenakan sistem perakarannya yang menginvasi percelahan-rekahan batu gamping yang terkarstifikasi, juga akan melebarkan celah-rekah itu melalui proses pelarutan kimia. Celah-rekah yang melebar itu kemudian memudahkan terjadinya erosi tanah ke dalam interior karst, hal mana bermanifestasi sebagai lapisan lumpur tebal pada dasar sungai-sungai bawah tanah (erosion en fissure).
Untuk meneliti silvikultur secara ilmiah di kawasan karst dan memonitori ekologi lingkungan harus diadakan pencatatan secara cermat dan teratur dari curah hujan, debit dan fluktuasi debit sungai di dalam gua, taksonomi, daerah penyebaran, frekuensi dan diversifikasi berbagai fauna dengan stres pada aviafauna dan serangga (siang dan malam), sebagai agens penyebar serbuk bunga, spora dan biji-bijian. Kelelawar, burung seriti dan walet penghuni gua juga perlu dimonitor karena erat kaitannya dengan kondisi vegetasi di luar gua dan jumlah serangga yang dimangsa oleh hewan itu.
Usaha memonitor kualitas tanah (fisik, kimiawi) perlu dikerjakan karena keadaannya tidak mungkin statis, dan akan mengalami perubahan kualitas dengan semakin banyaknya tanaman tumbuh. Penyelidikan sedimen di atas kawasan karst ini seyogyanya dilaksankan sambil menyelidiki kualitas dan kuantitas sedimen gua, untuk dapat memonitor perubahan vegetasi tingkat kesuburan di atas tanah.
Denudasi karst dan kecepatannya harus diukur. Makin banyak vegetasi dan sisa-sisa organik yang tertumpuk di sautu kawasan karst, makin cepat timbul denudasi oleh daya korosif air hujan yang tercemar dengan humus akibat kandungan CO2 galak di dalamnya. Untuk itu perlu diletakkan satu bongkahan batu gamping dengan ukuran tertentu, diletakkan di suatu tempat terbuka, dan diukur secara berkala (dua kali setahun) untuk diukur kembali dengan cermat (pakai mikrometer) berapa persen yang terlarut dalam setahun, dilengkapi data curah hujan pada periode tersebut. Data yang diperoleh ini penting untuk dibandingkan dengan data jumlah batu gamping yang larut dalam satuan waktu yang sama, curah hujan yang sama, yang didapatkan dengan mengukur kesadahan (kandungan Ca(HCO3)2) dari sungai di dalam gua pada periode itu. Semakin berhasil penghijauan, semakin besar denudasi karst yang akan terjadi.
Kesuburan tanah juga seyogyanya dimonitor dengan bantuan mikrofauna tanah seperti Collembola. Collembola secara internasional telah dipakai sebagai parameter kesuburan tanah. Jenis (spesies) sangat banyak. Spesifik sekali untuk satu lokasi. Untuk dokumentasi telah disusun Internasional Register of Collembola di luar negeri, antara lain dapat dilihat di laboratorium di bawah tanah MOULIS dari CNRS (Lembaga Ilmu Pengetahuan Perancis). Dari Indonesia baru dikenal sekitar 18 spesies Collembola bawah tanah (subsoil) dan belum satupun Collembola gua yang dikenal. Memonitor dinamika pembentukan tanah dan tingkat kesuburan di daerah karst hendaknya dilaksanakan secara simultan dengan menyelidiki spesies dan kuantitas (kepadatan per M2) Collembola di atas dan di dalam gua. Makin berhasil usaha penghijauan suatu kawasan karst, makin banyak jenis dan kepadatan populasi Collembola perunit luas.
Dari uraian di atas kiranya jelas, bahwa menentukan vegetasi mana yang cocok untuk suatu kawasan karst tertentu tidaklah mudah. Tergantung kepada tujuan penghijauannya. Sifat fisik an kimiawi tanah, iklim, curah hujan, ketinggian di atas permukaan laut, bahkan juga tergantung pada vulkanisme di kawasan tersebut. Juga tergantung ada tidaknya agens-agens penyebarnya. Atau fauna tanah yang membantu menyuburkan tanah di tempat itu. Karena itulah setiap usaha penghijauan suatu kawasan karst harus didahului oleh suatu studi menyeluruh secara multidisipliner, lintas sektoral, dimana sifat fisik karst itu sendiri dan pedologinya mendapatkan prioritas tertinggi di samping sifat hidrologinya yang dapat berbeda dari satu bagian kawasan karst ke bagian lain dari kawasan yang sama.
Sukses tidaknya tergantung pada pilihan tepat dari pada jenis-jenis tanamannya yang disesuaikan dengan tujuan penghijauan itu, perawatannya secara kontinyu dan ketekunan dari pihak pengelola yangtidakmengenal lelah. Bonus daripada berhasilnya penghijauan tersebut adalah pemandangan elok, menghijau yang mempunyai nilai kepariwisataan yang tinggi, di samping tentunya orohidrologi yang mantap. Tidak mengenal adanya banjir (terutama di dalam gua) sewaktu musim hujan dan sewaktu musim kemarau tetap tersedia air bersih yang dapat dimanfaatkan rakyat di kawasan karst itu.
* KEPUSTAKAAN *
Darmokusumo, D, 1985. Pengembangan Daerah Karst di Kawasan Berbatu Kapur Kabupaten Gunung Kidul Dengan Segala Pemasalahannya. Simposium Nasional Lingkungan Karst, Jakarta.
Hani’in, O, et all, 1985. Pembangunan Hutan di Daerah Batu Gamping Wanagama I. Makalah Pada Sarasehan Lingkungan Karst, Jakarta.
Manan, S, 1985. Fungsi Hutan di Daerah Batu Gamping. Makalah Pada Simposium Nasional Lingkungan Karst, Jakarta.
R.K.T. Ko, 1985. Penelitian Sedimen Gua Karstik Sebagai Salah Satu Upaya Memonitori Pedogenesis dan Kualitas Tanah di Kawasan Karst. Ceramah Ilmiah Pada Jurusan Tanah IPB.
"GUA-GUA SPEKTAKULER"
1. Stalaktit terpanjang di dunia terdapat di Gua Sistema Chach Mol (Meksiko). Panjangnya 12 mt dan terbenang di bawah air.
2. Stalakmit tertinggi di dunia terdapat di Gua Cheuve San Martin Inferno (Cuba). Tingginya sekitar 61,5 mt.
3. Pilar Gua (Tiang) yang tertinggi di dunia diketahui adalah Pilar Naga Terbang di Gua Sembilan Naga (Cina). Tingginya sekitar 39 mt.
4. Formasi batuan terindah di dunia diketahui terdapat di Gua Carlsbad (New Mexiko-AS), selain itu di gua tersebut juga terdapat stalakmit yang menakjubkan yang diberi nama The Klansman.
5. Gua dengan lorong terbesar di dunia yang diketahui adalah di Gua Deer (perbatasan Serawak-Malaysia) dengan plafon gua lebih dari 200 mt, dan gua ini juga memiliki ruang bawah tanah (chamber) yang terbesar di dunia yang ukuran secara teoritis mampu menampung 14 buah kapal terbang tipe jumbo jet.
6. Sistem gua terluas di dunia membentang sebesar 500 km yaitu sistem Gua Mammoth – Flint Ridge (Kentuchy-AS).
7. Bilik gua terbesar di dunia yaitu Gua Serawak (Taman Nasional Gunung Mulu, Serawak-Malaysia). Panjang 700 mt, lebar rata-rata 300 mt dan tingginya tidak kurang 70 mt cukup besar untuk menampung 7.500 bus.
8. Gua terdalam di dunia, Gua Krubera (voronya) di Abkhazia letaknya 2.080 mt di bawah tanah.
9. Gua termasyur di dunia yaitu Gua Lascaux (Perancis). Di dalamnya terdapat lukisan dari jaman prahistoris.
10. Lubang gua terbesar di dunia adalah Gua Srigunting di Mexico dengan dasar sedalam 400 mt cukup dalam untuk menelan gedung Empire State.
11. Gua terpanjang di Indonesia saat ini adalah Gua Jaran (Pacitan-Jawa Timur). Panjang totalnya 21 Km.
12. Kelelawar terkecil di dunia ditemukan di Thailand Barat oleh Kitti Thonglongnya, dinamakan Craseonycteris Thonglongyai disebut pula Bumblebee Bat. Beratnya hanya 2 gram dan panjangnya hanya 3 cm. Binatang ini merupakan mamalia terkecil di dunia dan tergolong famili baru. Kelelawar ini hanya ditemukan di satu sistem perguaan batu gamping di dalam Taman Nasional Sai Yok (Muangthai).
13. Kecoa Gua Terbesar di dunia untuk saat ini ditemukan di Kawasan Karst Sangkulirang (KalTim). Ukurannya sekitar 8 s/d 10 cm.
* Berbagai sumber *
2. Stalakmit tertinggi di dunia terdapat di Gua Cheuve San Martin Inferno (Cuba). Tingginya sekitar 61,5 mt.
3. Pilar Gua (Tiang) yang tertinggi di dunia diketahui adalah Pilar Naga Terbang di Gua Sembilan Naga (Cina). Tingginya sekitar 39 mt.
4. Formasi batuan terindah di dunia diketahui terdapat di Gua Carlsbad (New Mexiko-AS), selain itu di gua tersebut juga terdapat stalakmit yang menakjubkan yang diberi nama The Klansman.
5. Gua dengan lorong terbesar di dunia yang diketahui adalah di Gua Deer (perbatasan Serawak-Malaysia) dengan plafon gua lebih dari 200 mt, dan gua ini juga memiliki ruang bawah tanah (chamber) yang terbesar di dunia yang ukuran secara teoritis mampu menampung 14 buah kapal terbang tipe jumbo jet.
6. Sistem gua terluas di dunia membentang sebesar 500 km yaitu sistem Gua Mammoth – Flint Ridge (Kentuchy-AS).
7. Bilik gua terbesar di dunia yaitu Gua Serawak (Taman Nasional Gunung Mulu, Serawak-Malaysia). Panjang 700 mt, lebar rata-rata 300 mt dan tingginya tidak kurang 70 mt cukup besar untuk menampung 7.500 bus.
8. Gua terdalam di dunia, Gua Krubera (voronya) di Abkhazia letaknya 2.080 mt di bawah tanah.
9. Gua termasyur di dunia yaitu Gua Lascaux (Perancis). Di dalamnya terdapat lukisan dari jaman prahistoris.
10. Lubang gua terbesar di dunia adalah Gua Srigunting di Mexico dengan dasar sedalam 400 mt cukup dalam untuk menelan gedung Empire State.
11. Gua terpanjang di Indonesia saat ini adalah Gua Jaran (Pacitan-Jawa Timur). Panjang totalnya 21 Km.
12. Kelelawar terkecil di dunia ditemukan di Thailand Barat oleh Kitti Thonglongnya, dinamakan Craseonycteris Thonglongyai disebut pula Bumblebee Bat. Beratnya hanya 2 gram dan panjangnya hanya 3 cm. Binatang ini merupakan mamalia terkecil di dunia dan tergolong famili baru. Kelelawar ini hanya ditemukan di satu sistem perguaan batu gamping di dalam Taman Nasional Sai Yok (Muangthai).
13. Kecoa Gua Terbesar di dunia untuk saat ini ditemukan di Kawasan Karst Sangkulirang (KalTim). Ukurannya sekitar 8 s/d 10 cm.
* Berbagai sumber *
"EKOSISTEM KARST"
Kawasan karst mengenal dua sistem jenis ekosistem yang saling mempengaruhi dan saling berintraksi, yaitu ekosistem di atas permukaan tanah yang dinamakan ekosistem eksokarst dan ekosistem di bawah permukaan tanah yang dinamakan ekosistem endokarst. Membahas ekosistem kawasan karst harus berlandaskan identifikasi komponen-komponen mana yang memegang peran penting.
Di dalam suatu ekosistem karst, air merupakan komponen yang paling penting. Penilaian ini berdasarkan kenyataan bahwaa proses karstifikasi hanya dapat ber;angsung jika cukup tersedia air hujan sepanjang tahun.
Flora dan vegetasi karst adalah komponen ekosistem berikutnya yang perlu diperhatikan keberadaannya. Vegetasi sering dari jenis endemis yang tumbuh subur di kawasan tadah hujan kawasan karst yang tidak dapat dipsahkan dari hidrologi karst. Kuantitas dan kualitas sumber-sumber air karst sangat tergantung pada keberadaan dan kesuburan aneka vegetasi di kawasan tadah hujannya.
Fauna atau hewan di kawasan karst adalah komponen ke tiga ekosistem karst yang wajib diidentifikasi. Secara internasional, setiap pembahasan masalah ekosistem karst tidak lepas dari pembahasan kehidupan kelelawar penghuni gua. Khususnya di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara, di samping tergantung pada keberadaan kelelawar penghuni gua, ekosistem karst ditentukan pula oleh burung walet dan burung sriti penghuni gua. Di Venezuela, burung minyak (guacharo, steatornis caripensis, humboldt), penghuni cueva guacharo di Monumen Nasional Alejandro de Humboldt memegang peran penting dalam ekosistem karst di Venezuela.
Aviafauna kawasan karst dianggap sebagai penghubung (link) utama antara ekosistem eksokarst dan ekosistem endokarst. Aviafauna yang mencari pakan di eksokarst, menghidupi biota endokarst. Berfungsi sebagai penyedia enerji untuk endokarst melalui guano dan bangkainya.
Karenanya setiap kegiatan eksploratif di kawasan karst yang memiliki gua-gua yang dihuni aviafauna ini, wajib diteliti apakah akan menimbulkan dampak negatif pada hewan-hewan terbang ini. Setelah didata keberadaan aviafauna ini, jumlahnya dan distribusinya, maka yang dicatat ialah jarak terbangnya. Untuk berbagai kelelawar pemakan serangga, jarak terbangnya bisa sampai 45 km dari mulut gua. Demikian juga jarak terbang kelelawar penyerbuk bunga. Burung walet tercatat memiliki jangkauan terbang hingga 15 km dari habitatnya. Itulah sebabnya setiap kegiatan penambangan yang menghasilkan debu atau kebisingan pada lintasan dan dalam jangkauan terbang aviafauna ini akan berpengaruh negatif pada populasinya. Akibanya ialah terganggunya selurug ekosistem karst tersebut.
Ketiga komponen ekosistem karst ini (air,flora, dan fauna) saling berinteraksi dan tergantung pula keberadaannya pada faktor iklim, iklim setempat dan iklim global. Bahkan sebaliknya, iklim setempat bisa pula dipengaruhi oleh kondisi ekosistem karst. Penggundulan hutan atau vegetasi karst oleh penduduk setempat atau pendatang akan menyebabkan angin bertiup kencang sepanjang tahun, tanpa penghalang alamiah akibatnya permukaan kawasan karst cepat mengering.
Hujan deras akan menerpa lapisan tanah subur, tetapi tipis, di permukaan karst yang tidak terlindungi oleh tanaman penutup. Air hujan tidak sempat terserap ke dalam endokarst, tetapi mengalir seluruhnya di permukaan kawasan karst yang gundul, sebagai air larian (surface run-off). Tanah tidak terikat oleh akar vegetasi karst. Terjadilah erosi secara cepat dan luas. Tanah subur terhanyutkan ke lembah karst. Tanah di lereng bukit karst semakin gersang. Vegetasi semakin sulit tumbuh. Iklim semakin panas. Sumber-sumber air mengering atau berkurang debitnya. Degradasi tanah, flora dan fauna di kawasan karst cepat terjadi, begitu hutan primer atau sekunder di kawasan karst ditebang habis ekologi cepat berubah, ekosistem karst cepat terganggu.
Di dalam interior gua hidup aneka jenis hewan yang menyenangi lingkungan gelap abadi dan lembab. Dikenal dua jenis hewan penghuni gua. Dua jenis troglobit, yaitu hewan yang sebagian besar waktunya berada di luar gua untuk mencari makan, dan memasuki gua untuk istirahat, berlindung dan berkembang biak. Contohnya adalah kelelawar penghuni gua, yang mencari mangsa pada malam hari di luar gua dan masuk ke dalam gua saat subuh. Burung walet dan sriti penghuni gua, mencari makan di luar gua pada siang hari dan memasuki gua pada saat senja. Demikian pula aneka jenis hewan pengerat dan landak, yang sering ditemukan pula di zona senja interior gua. Mereka dinamakan hewan troglofil. Ada pula hewan yang siklus kehidupannya seluruhnya berlangsung di dalam gua. Memangsa dan dimangsa di dalam lingkungan gelap abadi interior gua. Hewan jenis ini sudah berdaptasi penuh dengan lingkungan gelap, lembab dan langka sumber makanan di bawah tanah. Dikenal sebagai hewan troglobion.
Troglofil dan troglobion membentuk jaring-jaring kehidupan yang khas disetiap interior gua. Langkanya makanan disebabkan karena tidak ada sinar matahari sebagai sumber enerji di dalam endokarst. Tidak dijumpai proses fotosintesis di dalam gua. Enerji harus didatangkan dari atas permukaan tanah, dimasukkan ke dalam endokarst melalui hewan terbang yang mencari pakan di luar gua. Sumber enerjinya terdiri dari guano atau kotoran dan bangkai hewan terbang dan hewan lainnya yang keluar masuk gua.
Ekosistem endokarst juga dikenal sebagai mikro-ekosistem gua karena berlangsung dalam interior gua yang luas terbatas. Karenanya ekosistem khas gua terutama terdapat di dalam tumpukan guano, maka jaring-jaring kehidupan di dalam guano juga dikenal sebagai mikro-ekosistem guano.
Penelitian dalam bidang mikrobiologi menemukan fakta bawa ada pula binatang-binatang dalam gua yang hidup dari bahan-bahan kimia tertentu, tidak dari guano. Dinamakan hewan kemo-ototrop. Bahan makanannya diduga asam amino tertentu yang merembas ke dalam interior gua, hasil dari metabolisme bahan organik di luar gua. Ada pula bakteri yang hidup dari mineral sulfur (tiobaksilus-tiooksidans) dan mineral besi (ferobaksilus-ferooksidans). Aneka bakteri dan kapang (molds) yang ditemukan dalam sedimen gua terbukti ada yang memiliki daya antibiotik, seperti Kapang golongan actinomycetes. Diduga masih banyak bakteri dan Kapang dengan aneka manfaat bagi manusia, dan kehidupan dalam gua. Misalnya bakteri pengurai limbah minyak di permukaan laut.
Ekosistem endokarst ini rentan sekali dan mudah terusik oleh kegiatan manusi di atas permukaan tanah, seperti penggunaan pestisida secara berlebihan, pupuk buatan, limbah penuh polutan, yang merembes ke dalam endokarst.
Yang paling peka terhadap polusi di atas permukaan tanah ialah akuafauna karst (hewan yang hidup dalam air karst). Dapat dilihat adanya cacat tubuh dan kelainan pertumbuhan berudu (tadploes, cebong) akibat kontaminasi air karst oleh aneka bahan kimia maupun limbah industri.
Hujan asam yang jatuh di kawasan karst yang timbul akibat asap yang dihasilkan industri di sekitar atau di dalam kawasan karst, juga memberi dampak nyata pada ekso dan endokarst. Pada eksokarst terjadi percepatan denudasi, meningkatnya laju peralutan batuan. Sedangkan pada endokarst peningkatan derajat keasaman (pH) air karst akan berpengaruh pada biota akuafauna.
Itu sebabnya setiap usaha eksploitasi di kawasan karst, baik berupa pertambangan, atau pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun pariwisata MUTLAK harus memperhatikan dampak negatif terhadap ekosistem ekso dan endokarst. Ada banyak usaha, termasuk pertambangan di kawasan karst yang tidak memiliki izin resmi dari pemerintah daerah setempat. Sementara yang memiliki izin resmi banyak yang tidak dilandasai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Contoh, ialah objek-objek wisata gua yang sudah dibuka untuk umum padahal belum pernah dilakukan AMDAL yang dipersyaratkan.
AMDAL kawasan karst wajib ditolak bila tidak dilengkapi identifikasi keanekaragaman hayatai, ekosistem yang ada, keseimbangan ekologi kawasan karst tersebut, dan potensi dampak negatif eksploitasi kawasan karst terhadap ekosistem dan keseimbangan ekologi tersebut.
Ekosistem kawasan karst senantiasa berada dalam keseimbangan optimal, bila kawasan karst itu tidak dijamah manusia. Ekosistem kawasan karst terkenal fragil, mudah terusik oleh gangguan eksternal. Setiap gangguan akan menyebabkan ekosistem beradaptasi pada gangguan tersebut, dan berusaha mencari keseimbangan ekologi yang baru dan menyesuaikan diri pada tingkat keseimbangan ekologi tersebut. Perubahan pada keseimbangan ekologi karst yang drastis dan terus menerus, seperti pada kegiatan penambangan akan menyebabkan ekosistem karst rusak permanen, karena itu tidak ada kesempatan ekosistem untuk pulih atau mencaapai tingkat keseimbangan baru.
Manusia sebagai komponen ekosistem eksokarst sering merupakan penyebab paling dominan dari terjadinya gangguan ekosistem ekso maupun endokarst, antara lain oleh kegiatan penebangan, pembakaran hutan, pertanian, peternakan, perikanan, pertambangan, dan pariwisata. Dalam azas pengelolaan kawasan karst, peran penduduk setempat kawasan karst dan pendatang perlu disorot secara cermat.
*) Bahan acuan :
R.K.T. Ko, et all, 2003. Strategi Pengelolaan Kawasan Karst. Rangkuman Materi Kuliah dan Hasil Diskusi pada Kursus Introduksi Pengelolaan Kawasan Karst oleh Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia, Cisarua.
Di dalam suatu ekosistem karst, air merupakan komponen yang paling penting. Penilaian ini berdasarkan kenyataan bahwaa proses karstifikasi hanya dapat ber;angsung jika cukup tersedia air hujan sepanjang tahun.
Flora dan vegetasi karst adalah komponen ekosistem berikutnya yang perlu diperhatikan keberadaannya. Vegetasi sering dari jenis endemis yang tumbuh subur di kawasan tadah hujan kawasan karst yang tidak dapat dipsahkan dari hidrologi karst. Kuantitas dan kualitas sumber-sumber air karst sangat tergantung pada keberadaan dan kesuburan aneka vegetasi di kawasan tadah hujannya.
Fauna atau hewan di kawasan karst adalah komponen ke tiga ekosistem karst yang wajib diidentifikasi. Secara internasional, setiap pembahasan masalah ekosistem karst tidak lepas dari pembahasan kehidupan kelelawar penghuni gua. Khususnya di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara, di samping tergantung pada keberadaan kelelawar penghuni gua, ekosistem karst ditentukan pula oleh burung walet dan burung sriti penghuni gua. Di Venezuela, burung minyak (guacharo, steatornis caripensis, humboldt), penghuni cueva guacharo di Monumen Nasional Alejandro de Humboldt memegang peran penting dalam ekosistem karst di Venezuela.
Aviafauna kawasan karst dianggap sebagai penghubung (link) utama antara ekosistem eksokarst dan ekosistem endokarst. Aviafauna yang mencari pakan di eksokarst, menghidupi biota endokarst. Berfungsi sebagai penyedia enerji untuk endokarst melalui guano dan bangkainya.
Karenanya setiap kegiatan eksploratif di kawasan karst yang memiliki gua-gua yang dihuni aviafauna ini, wajib diteliti apakah akan menimbulkan dampak negatif pada hewan-hewan terbang ini. Setelah didata keberadaan aviafauna ini, jumlahnya dan distribusinya, maka yang dicatat ialah jarak terbangnya. Untuk berbagai kelelawar pemakan serangga, jarak terbangnya bisa sampai 45 km dari mulut gua. Demikian juga jarak terbang kelelawar penyerbuk bunga. Burung walet tercatat memiliki jangkauan terbang hingga 15 km dari habitatnya. Itulah sebabnya setiap kegiatan penambangan yang menghasilkan debu atau kebisingan pada lintasan dan dalam jangkauan terbang aviafauna ini akan berpengaruh negatif pada populasinya. Akibanya ialah terganggunya selurug ekosistem karst tersebut.
Ketiga komponen ekosistem karst ini (air,flora, dan fauna) saling berinteraksi dan tergantung pula keberadaannya pada faktor iklim, iklim setempat dan iklim global. Bahkan sebaliknya, iklim setempat bisa pula dipengaruhi oleh kondisi ekosistem karst. Penggundulan hutan atau vegetasi karst oleh penduduk setempat atau pendatang akan menyebabkan angin bertiup kencang sepanjang tahun, tanpa penghalang alamiah akibatnya permukaan kawasan karst cepat mengering.
Hujan deras akan menerpa lapisan tanah subur, tetapi tipis, di permukaan karst yang tidak terlindungi oleh tanaman penutup. Air hujan tidak sempat terserap ke dalam endokarst, tetapi mengalir seluruhnya di permukaan kawasan karst yang gundul, sebagai air larian (surface run-off). Tanah tidak terikat oleh akar vegetasi karst. Terjadilah erosi secara cepat dan luas. Tanah subur terhanyutkan ke lembah karst. Tanah di lereng bukit karst semakin gersang. Vegetasi semakin sulit tumbuh. Iklim semakin panas. Sumber-sumber air mengering atau berkurang debitnya. Degradasi tanah, flora dan fauna di kawasan karst cepat terjadi, begitu hutan primer atau sekunder di kawasan karst ditebang habis ekologi cepat berubah, ekosistem karst cepat terganggu.
Di dalam interior gua hidup aneka jenis hewan yang menyenangi lingkungan gelap abadi dan lembab. Dikenal dua jenis hewan penghuni gua. Dua jenis troglobit, yaitu hewan yang sebagian besar waktunya berada di luar gua untuk mencari makan, dan memasuki gua untuk istirahat, berlindung dan berkembang biak. Contohnya adalah kelelawar penghuni gua, yang mencari mangsa pada malam hari di luar gua dan masuk ke dalam gua saat subuh. Burung walet dan sriti penghuni gua, mencari makan di luar gua pada siang hari dan memasuki gua pada saat senja. Demikian pula aneka jenis hewan pengerat dan landak, yang sering ditemukan pula di zona senja interior gua. Mereka dinamakan hewan troglofil. Ada pula hewan yang siklus kehidupannya seluruhnya berlangsung di dalam gua. Memangsa dan dimangsa di dalam lingkungan gelap abadi interior gua. Hewan jenis ini sudah berdaptasi penuh dengan lingkungan gelap, lembab dan langka sumber makanan di bawah tanah. Dikenal sebagai hewan troglobion.
Troglofil dan troglobion membentuk jaring-jaring kehidupan yang khas disetiap interior gua. Langkanya makanan disebabkan karena tidak ada sinar matahari sebagai sumber enerji di dalam endokarst. Tidak dijumpai proses fotosintesis di dalam gua. Enerji harus didatangkan dari atas permukaan tanah, dimasukkan ke dalam endokarst melalui hewan terbang yang mencari pakan di luar gua. Sumber enerjinya terdiri dari guano atau kotoran dan bangkai hewan terbang dan hewan lainnya yang keluar masuk gua.
Ekosistem endokarst juga dikenal sebagai mikro-ekosistem gua karena berlangsung dalam interior gua yang luas terbatas. Karenanya ekosistem khas gua terutama terdapat di dalam tumpukan guano, maka jaring-jaring kehidupan di dalam guano juga dikenal sebagai mikro-ekosistem guano.
Penelitian dalam bidang mikrobiologi menemukan fakta bawa ada pula binatang-binatang dalam gua yang hidup dari bahan-bahan kimia tertentu, tidak dari guano. Dinamakan hewan kemo-ototrop. Bahan makanannya diduga asam amino tertentu yang merembas ke dalam interior gua, hasil dari metabolisme bahan organik di luar gua. Ada pula bakteri yang hidup dari mineral sulfur (tiobaksilus-tiooksidans) dan mineral besi (ferobaksilus-ferooksidans). Aneka bakteri dan kapang (molds) yang ditemukan dalam sedimen gua terbukti ada yang memiliki daya antibiotik, seperti Kapang golongan actinomycetes. Diduga masih banyak bakteri dan Kapang dengan aneka manfaat bagi manusia, dan kehidupan dalam gua. Misalnya bakteri pengurai limbah minyak di permukaan laut.
Ekosistem endokarst ini rentan sekali dan mudah terusik oleh kegiatan manusi di atas permukaan tanah, seperti penggunaan pestisida secara berlebihan, pupuk buatan, limbah penuh polutan, yang merembes ke dalam endokarst.
Yang paling peka terhadap polusi di atas permukaan tanah ialah akuafauna karst (hewan yang hidup dalam air karst). Dapat dilihat adanya cacat tubuh dan kelainan pertumbuhan berudu (tadploes, cebong) akibat kontaminasi air karst oleh aneka bahan kimia maupun limbah industri.
Hujan asam yang jatuh di kawasan karst yang timbul akibat asap yang dihasilkan industri di sekitar atau di dalam kawasan karst, juga memberi dampak nyata pada ekso dan endokarst. Pada eksokarst terjadi percepatan denudasi, meningkatnya laju peralutan batuan. Sedangkan pada endokarst peningkatan derajat keasaman (pH) air karst akan berpengaruh pada biota akuafauna.
Itu sebabnya setiap usaha eksploitasi di kawasan karst, baik berupa pertambangan, atau pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan maupun pariwisata MUTLAK harus memperhatikan dampak negatif terhadap ekosistem ekso dan endokarst. Ada banyak usaha, termasuk pertambangan di kawasan karst yang tidak memiliki izin resmi dari pemerintah daerah setempat. Sementara yang memiliki izin resmi banyak yang tidak dilandasai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Contoh, ialah objek-objek wisata gua yang sudah dibuka untuk umum padahal belum pernah dilakukan AMDAL yang dipersyaratkan.
AMDAL kawasan karst wajib ditolak bila tidak dilengkapi identifikasi keanekaragaman hayatai, ekosistem yang ada, keseimbangan ekologi kawasan karst tersebut, dan potensi dampak negatif eksploitasi kawasan karst terhadap ekosistem dan keseimbangan ekologi tersebut.
Ekosistem kawasan karst senantiasa berada dalam keseimbangan optimal, bila kawasan karst itu tidak dijamah manusia. Ekosistem kawasan karst terkenal fragil, mudah terusik oleh gangguan eksternal. Setiap gangguan akan menyebabkan ekosistem beradaptasi pada gangguan tersebut, dan berusaha mencari keseimbangan ekologi yang baru dan menyesuaikan diri pada tingkat keseimbangan ekologi tersebut. Perubahan pada keseimbangan ekologi karst yang drastis dan terus menerus, seperti pada kegiatan penambangan akan menyebabkan ekosistem karst rusak permanen, karena itu tidak ada kesempatan ekosistem untuk pulih atau mencaapai tingkat keseimbangan baru.
Manusia sebagai komponen ekosistem eksokarst sering merupakan penyebab paling dominan dari terjadinya gangguan ekosistem ekso maupun endokarst, antara lain oleh kegiatan penebangan, pembakaran hutan, pertanian, peternakan, perikanan, pertambangan, dan pariwisata. Dalam azas pengelolaan kawasan karst, peran penduduk setempat kawasan karst dan pendatang perlu disorot secara cermat.
*) Bahan acuan :
R.K.T. Ko, et all, 2003. Strategi Pengelolaan Kawasan Karst. Rangkuman Materi Kuliah dan Hasil Diskusi pada Kursus Introduksi Pengelolaan Kawasan Karst oleh Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia, Cisarua.
Langganan:
Postingan (Atom)